Minggu, 09 Januari 2011

SEPUTAR LINGUISTIK INDONESIA

PENGERTIAN SINTAKSIS

• Sintaksis berasal dari bahasa Yunani sun ‘dengan’ dan tattein menempatkan bersama-sama’. Sintaksis berarti “menempatkan kata-kata menjadi kelompok kata dan kelompok-kelompok kata menjadi kalimat”.
• Sintaksis adalah cabang linguistik yang memperlajari hubungan antarkata dan/atau antarkelompok kata dalam kalimat.

BAHAN DAN OBJEK SINTAKSIS

● Bahan penelitian sintaksis adalah kalimat.
● Objek penelitian sintaksis adalah hubungan antarkata dan/atau antarkelompok kata dalam kalimat.

JENIS SINTAKSIS

● Sintaksis klausal:
sintaksis yang bahannya adalah kalimat tunggal
● Sintaksis antarklausal:
sintaksis yang bahannya adalah kalimat majemuk
● Sintaksis subklausal:
sintaksis yang bahan penelitiannya adalah kelompok kata/frasa.

PENGERTIAN KALIMAT

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat itu diucapkan dengan intonasi akhir yang diikuti kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan atau asimilasi bunyi atau proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu di dalamnya disertakan pula ber¬bagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (─), dan spasi. Tanda ti¬tik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca lainnya sepadan dengan jeda. Spasi yang mengikuti tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru melambangkan kesenyapan.”
UNSUR PEMBENTUK KALIMAT

1. LAPIS
yaitu unsur pembentuk kalimat yang berupa rentetan fonem dan naik-turunnya atau titi nada yang ada di sepanjang bunyi-bunyi fonemis itu.
Lapis dibedakan menjadi dua, yaitu lapis segmental dan lapis suprasegmental. Lapis segmental adalah lapis lapis pembentuk kalimat yang berupa deretan fonem yang diucapkan secara beruntun sebagai "batang tubuh" kalimat. Lapis suprasegmental adalah titinada yang ada di sepanjang bunyi-bunyi fonemis itu
Contoh:

Warga Jawa di Suriname membantu kurban Merapi.


[LAPIS SEGMENTAL]
/warga jawa di surinamœ mәmbantu kurban mәrapi/

[LAPIS SUPRASEGMENTAL]

# 2 3 2 3 1 #

2.BAGIAN

yaitu unsur pembentuk kalimat yang berhubungan dengan lapis segmental. Bagian ini terdiri atas dua jenis, yaitu bagian inti dan bagian bukan inti. Bagian inti adalah pembentuk kalimat yang tidak dapat dihilangkan. Bagian bukan inti adalah pembentuk kalimat yang dapat dihilangkan tanpa merusak bagian sisanya.
Contoh:
Akibat erupsi Gunung Merapi, warga Magelang rugi Rp40 miliar.
BAGIAN BUKAN INTI BAGIAN INTI

3. KONSTITUEN
unsur berjenis segmental yang langsung membentuk kalimat.
Contoh:
KPK harus mengambil alih kasus Gayus.
Konstituen 1 Konstituen 2 Konstituen 3

LATIHAN 1:
Menurut Sdr. Bacaan berikut terdiri atas berapa kalimat? Masing-masing kalimat terdiri atas berapa bagian dan berapa konstituen? Sebutkanlah masing-masing
Sinar ultraviolet dapat mengurangi tingkat penyebaran tuberkulosis (TBC) di rumah sakit dan ruang tunggu pasien hingga 70 persen. Meskipun strain kuman telah kebal terhadap obat, bakteri itu dapat dinetralisasi oleh sumber cahaya kebiru-biruan. Bersin atau batuk menyebarkan bakteri tuberkulosis melalui udara ke pengunjung, tenaga kesehatan, dan pasien lain. Saat para pengunjung memadati ruang tunggu di rumah sakit, satu kali batuk atau bersin dapat menularkan bakteri itu ke sejumlah pasien.

SINTAKSIS KLAUSAL
● Sintaksis klausal adalah sintaksis yang membahas hubungan antarunsur atau antarkonstituen dalam kalimat tunggal.
● Bahan sintaksis klausal adalah KALIMAT TUNGGAL.
● Objek sintaksis klausal adalah fungsi sintaktis, kategori sintaktis, dan peran sintaktis.
PUSAT DAN PENDAMPING
● Kalimat tunggal terdiri atas konstituen-konsituen. Konstituen-konstituen itu dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pusat dan pendamping.
● Pusat adalah konstituen kalimat yang menjadi pusat struktur kalimat tunggal. Sebagai pusat struktur, pusat ini menentukan pemunculan konstituen lain di dalam kalimat. Pusat dominan berupa kata kerja atau verba.
● Pendamping adalah konstituen yang pemunculannya ditentukan oleh konstituen pusat. Pendamping ini biasanya berupa kata benda atau nomina.
Contoh:
Pemerintah akan membangun rumah tinggal sementara
PENDAMPING1 PUSAT PENDAMPING2

untuk kurban Merapi.
PENDAMPING3

FUNGSI SINTAKSIS
● Objek penelitian sintaksis klausal adalah fungsi, kategori, dan peran sintaktis. Dalam hubungan ini, fungsi sintaktis merupakan tataran yang pertama, tertinggi, dan yang paling abstrak; kategori sintaktis merupakan tataran yang kedua dengan tingkat keabstrakan yang lebih rendah daripada fungsi sintaktis; dan peran sintaktis merupakan tataran yang ketiga dan terendah tingkat keabstrakannya jika dibandingkan dengan kedua tataran lainnya.
● Fungsi sintaktis adalah “tempat kosong” dalam struktur kalimat. Sebagai ”tempat kosong”, keberadaannya baru ada karena sedang digunakan sebagai tempat oleh pengisinya.
● Pengisi fungsi sintaktis ada dusa, yaitu bentuk (bahasa) yang tergolong dalam kategori sintaktis tertentu dan makna yang tergolong dalam peran sintaktis tertentu pula.
● Yang termasuk dalam tataran fungsi sintaktis Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (Pl), dan Keterangan (K).
● Dari kelima fungsi sintaktis, fungsi P merupakan fungsi yang paling penting karena keberadaannya dalam struktur kalimat berkedudukan sebagai pusat struktur fungsional kalimat yang bersangkutan. Akibatnya, hadir tidaknya fungsi-fungsi sintaktis yang lain dalam kalimat bergantung pada watak fungsi P itu.
● Fungsi sintaktis yang wajib hadir dalam kalimat karena dituntut oleh watak fungsi P disebut “fungsi inti”, sedangkan fungsi yang tidak wajib hadir disebut “fungsi bukan-inti" atau “fungsi luar-inti”. Yang fungsi inti adalah fungsi S, O, dan Pl, sedangkan fungsi K termasuk ke dalam fungsi bukan-inti

FUNGSI PREDIKAT (P)
● Fungsi Predikat (P) adalah fungsi sintaktis yang berkedudukan sebagai pusat struktur kalimat. Fungsi P itu dominan diisi oleh kata kerja atau verba. Contoh:
(5) Pemprov menganggarkan Rp100 miliar untuk recovery.
P
(6) Disdikpora mengusulkan shelter school.
P
FUNGSI SUBJEK(S)
● Fungsi Subjek (S) adalah fungsi sintaktis yang memiliki ciri:
(a) pengisinya tidak dapat dipertanyakan,
(b) pengisinya tidak dapat diganti oleh pronomina interogatif siapa atau apa,
(c) dalam kalimat bahasa Indonesia susunan yang biasa, biasanya letak kiri fungsi P. Contoh:
(7) Warga Code dievakuasi.
S
(8) Ratusan warga Dusun Pule pindah ke shelter box.
S
FUNGSI OBJEK (O)
● Fungsi Objek (O) adalah fungsi sintaktis yang kehadirannya di dalam kalimat dituntut oleh fungsi P yang diisi verba transitif pada kalimat aktif. Fungsi O itu memiliki ciri:
(a) dalam kalimat bahasa Indonesia senantiasa terletak
langsung di belakang fungsi P,
(b) pengisi¬nya dapat diganti dengan pronomina persona terikat -nya,
(c) dapat dipromosikan menjadi fungsi S dalam kalimat pasif.
Contoh:
(9) Handoko mengemasi kopor dan tasku.
O
(10) Warga membersihkan parit.
O
FUNGSI PELENGKAP (Pel)
● Fungsi Pelengkap (Pl) adalah fungsi sintaktis yang memiliki ciri: (a) tidak dapat dipromosikan menjadi S dalam kalimat pasif karena imbangan pasifnya tidak mungkin atau tidak mungkin menjadi fungsi S dalam kalimat pasif karena fungsi P-nya justru sudah pasif dan fungsi S-nya pun sudah ada.
(b) senantiasa terletak di belakang fungsi P, dan
(c) tidak dapat diganti dengan pronomina terikat -nya kecuali dalam kombinasi dengan preposisi selain di, ke, dari, dan akan. Contoh:
(12) Indonesia berdasarkan Pancasila.
Pl
(13) Ayah membelikan adik sepeda baru.
Pl

FUNGSI KETERANGAN (K)
● Fungsi Keterangan (K) adalah fungsi sintaktis yang letaknya di dalam kalimat dapat dipindah-pindahkan.
Contoh: Larno kuliah di UGM.

KATEGORI SINTAKSIS
● Kategori sintaktis adalah pengisi fungsi menurut bentuknya atau menurut jenis/golongan katanya.
● Kategori sintaktis dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu:
1. kata kerja/verba (verb)
2. kata sifat/adjektiva (adjective)
3. kata keterangan/adverbia (adverb)
4. kata benda/nomina (noun), kata ganti/pronomina (pronoun),
dan kata bilangan/numeralia (numeral)
5. kata tugas: kata depan (preposition), kata sambung
(conjunction), interjeksi (interjection), dan partikel (particle)

PERAN SINTAKSIS
● Peran sintaktis adalah pengisi fungsi sintaktis menurut maknanya.
● Peran sintaktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu peran sintaktis pusat dan peran sintaktis pendamping.
● Peran sintaktis pusat adalah peran sintaktis yang berhubungan dengan konstituen pusat. Peran sintaktis pusat ini dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. tindakan/perbuatan.
2. proses
3. keadaan
● Peran sintaktis pendamping dapat dibedakan menjadi 9 jenis:
1. pelaku: konstituen yang melakukan perbuatan yang
dinyatakan dalam predikat.
(15) Rahma mengikuti kuliah Pengantar Linguistik
2. sasaran/penderita: konstituen yang dikenai perbuatan yang
dinyatakan oleh predikat.
(16) Adik mengambilkan ayah air minum.
3. pengalam: konstituen yang mengalmi keadaan atau
peristiwa yang dinyatakan predikat.
(17) Mereka kehujanan di jalan.
4. peruntung: konstituen yang memperoleh manfaat atau
keuntungan daari peristiwa atau perbuatan yang dinyatakan
dalam predikat.
(18) Ayah memberi saya uang.

5. alat: konstituen yang digunakan untuk melakukan perbuatan
yang dinyatakan dalam predikat.
(19) Dia memotong roti itu dengan pisau.
6. tempat: konstituen yang menyatakan tempat.
(20) Asrul tinggal di dekat rumah saya.
7. waktu: konstituen yang menyatakan waktu.
(21) Saya lahir pada tahun 1958.
8. atribut: konstituen yang menjelaskan unsur subjek atau
objek.
(22) Larno teman saya.
9. Hasil: konstituen yang menyatakan hasil dari prbuatan yang
dinyatakan dalam predikat.
(23) Patung itu terbuat dari kayu.


LATIHAN 2:
Analisislah kalimat-kalimat berikut menurut fungsi, kategori, dan peran sintaktisnya.

1. Plastik-plastik di beberapa stupa Candi Borobudur sudah dibuka.
2. Banjir dan badai melumpukan Kota Jakarta.
3. Anak saya ingin menjadi sastrawan.
4. Pada pameran Beber Seni ini, Mien Brojo memamerkan dua lukisan terbarunya.
5. Saat ini, yang paling membahagiakan Mien Brojo adalah melukis dan momong cucu.
6. Puluhan pecinta fotografi dari Yogyakarta dan sekitarnya dengan antusias mengikuti acara amal pengumpulan dana untuk korban bencana Gunung Merapi.
7. Pandasirat termangu-mangu sejenak.

SINTAKSIS KALIMAT/SINTAKSIS ANTARKLAUSAL
• Sintaksis kalimat/antarklausal adalah sintaksis yang bahan penelitiannya berupa kalimat majemuk.
• Kalimat majemuk adalah kalimat yang paling tidak terdiri atas dua klausa.
• Dalam kalimat majemuk, klausa merupakan konstituen pembentuk kalimat majemuk. Contoh:
(24) Saya ada di Bogor ketika Gunung Merapi meletus.
Klausa 1 Klausa 2

Kalimat majemuk dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.

• Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang klausa-klausa pembentuknya mempunyai kedudukan setara. Masing-masing klausa itu berstatus sebagai klausa inti.
• (25) Ibu memasak dan ayah menyirami tanaman.
klausa inti klausa inti
• Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang klausa-klausa pembentuknya berupa klausa inti dan klausa tambahan.
• (26) Karena ada pajak impor,
klausa tambahan
harga sepatu buatan dalam negeri ikut naik.
klausa inti

SINTAKSIS SUBKLAUSAL/FRASA
• Sintaksis subklausal adalah sintaksis yang bahan penelitiannya berupa kelompok kata yang mengisi fungsi tertentu dalam kalimat.
• Kelompok kata yang mengisi fungsi tertentu dalam kalimat disebut frasa (phrase). Contoh:
(27) Pak Ali pergi ke kantor dengan naik sepeda motor.
frasa frasa frasa

TIPOLOGI BAHASA

TIPOLOGI BAHASA

DEFINISI TIPOLOGI BAHASA
Cabang linguistik yang meneliti corak atau tipe kesemua bahasa yang ada di dunia.

Bahasa yang coraknya sama atau setidak-tidaknya mirip dikelompokkan menjadi satu golongan atau dalam satu kelas yang sama, digolongkan sebagai satu tipe.

Istilah variannya adalah klasifikasi bahasa (language classification).

JENIS TIPOLOGI BAHASA

1. Tipologi genetis
2. Tipologi struktural
3. Tipologi Areal
4. Tipologi Sosiolingual

DEFINISI TIPOLOGI GENETIS
Klasifikasi bahasa yang didasarkan pada
Masalah kekeluargaan atau kekerabatan
Bahasa.
Tujuan:
(a) mencari kekerabatan bahasa,
(b) mencari bahasa induk atau bentuk purba bahasabahasa yang dipandang sekerbat,
(c) mencari daerah asal bahasa induk (yang berarti tanah asal, permukiman, dan pemakai-pemakainya)
(d) persebaran bangsa-bangsa
Tokoh:
1. Josephus Justus Scaliger (1540-1609)
dikatakan sebagai pemula. Pada tahun 1610
terbitlah karyanya yang ditulis pada tahun 1599:
Diatriba de Europaerum Linguis. Isi buku itu ada-
lah pengembalian bahasa-bahasa Eropah ke da-
lam sebelas bahasa induk dan pada sebelas ba-
hasa itu lalu ditetapkan adanya banyak dialek. Di
antara bahasa dasar ada empat yang besar (baha-
(sa Latin, Yunani, German, dan Slavia), ada tujuh
yang kecil yang sama sekali tidak mempunyai
hubungan persaudaraan satu sama lain.

2. Franz Bopp (1791-1867), R.K. Rask (1787-1832),
dan Jacob Grimm (1785-1863)
dipandang sebagai bapak ilmu perban-
dingan bahasa. Ketiga ahli itu memban-
dingkan kesamaan corak-corak bahasa
yang ada untuk mengetahui kekeluarga-
an bahaa Indogerman atau Indo-Eropah.

3. Wilhelm von Humboldt (1767-1835)
Yang dipandang sebagai penegak pertama
linguistik umum adalah Dia pengelompok-
kan bahasa-bahasa di dunia menjadi empat
kelompok, yaitu:
(1) bahasa monosilabe,
(2) bahasa aglutinasi,
(3) bahasa fleksi,
(4) bahasa inkorporasi.

SEMANTIK DAN PRAGMATIK

DEFINISI SEMANTIK
Semantik (semantics) adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna.
Makna yang diteliti oleh semantik adalah makna bebas konteks. Makna itu ada yang bersifat leksikal dan ada yang gramatikal.
1. Pengertian Semantik
Semantik (semantics) adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Makna yang diteliti oleh semantik itu adalah makna bebas konteks. Makna itu ada yang bersifat leksikal dan ada yang gramatikal.

2. Bahan Penelitian Semantik
Bahan penelitian semantik adalah semua satuan kebahasaan bermakna, seperti wacana, kalimat, frasa, kata, dan morfem. Objek sasarannya adalah makna satuan-satuan kebahasaan itu.

3. Makna, Informasi, dan Maksud
Dalam semantik dikenal konsep makna, informasi, dan maksud. Ketiga konsep itu berbeda satu sama lain. Makna (meaning) adalah sesuatu yang berada di dalam ujaran atau gejala dalam-ujaran. Informasi (information) adalah sesuatu yang luar-ujaran di pihak objek kenyataan yang dibicarakan. Maksud (sense) adalah sesuatu yang luar-ujaran di pihak maksud si pengujar sendiri.
4. Semantik Gramatikal
Semantik gramatikal (grammatical semantics), yaitu semantik yang meneliti makna gramatikal (grammatical meaning). Makna gramatikal adalah makna yang muncul karena hubungan antara satuan kebahasaan yang satu dengan satuan kebahasaan yang lain dalam satuan kebahasaan yang lebih besar. Afiks –i, misalnya, mempunyai makna gramatikal ‘tempat’ bila melekat pada bentuk dasar sejenis duduk dan mempunyai makna gramatikal ‘berkali-kali’ bila melekat pada bentuk dasar sejenis pukul.
5. Semantik Leksikal
Semantik leksikal (lexical semantics, word semantics), yaitu semantik yang meneliti makna leksikal (lexical meaning, semantic meaning, external meaning). Makna leksikal adalah makna satuan kebahasaan sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain yang terlepas dari penggunaannya atau konteksnya. Makna leksikal dalam deskripsi linguistik lazimnya ditandai dengan tanda petik tunggal (’...’). Kata meja, misalnya, memiliki makna leksikal ‘perkakas (perabot) rumah yang mempunyai bidang datar sebagai daun dan berkaki sebagai penyangganya’.
6. Lingkup pembicaraan dalam Semantik Leksikal
a. Makna dan referensi
Makna leksikal menunjuk pada sifat “kata” sebagai unsur leksikal. Referensi menunjuk pada sesuatu yang ditunjuk.
Referensi merupakan salah satu sifat makna leksikal.
Referensi ada dua:
referensi ekstralingual (eksoforis): referen di luar bahasa.
(Semantik leksikal)
referensi intralingual (endoforis):
(Semantik gramatikal) - referen di dalam tuturan.
- anaforis (merujuk ke belakang)
- kataforis (merujuk ke depan)
b. Denotasi dan konotasi
Denotasi: makna harfiah
Konotasi: makna kias
c. Makna ekstensional dan analisis intensional
Makna ekstensional = makna pragmatis à hal-hal ekstralingual
Makna intensional = sifat-sifat semantis

d. Analisis komponensial
Komponen pembeda. Dipelajari oleh ahli antropologi.
e. Sinonim, antonim, homonim, dan hiponim
BAHAN DAN OBJEK SEMANTIK
Bahan penelitian semantik adalah semua satuan lingual bermak¬na, seperti wacana, kalimat, frasa, kata, dan morfem. Objek sasarannya adalah makna satuan-satuan lingual itu.

MAKNA,INFORMASI, DAN MAKSUD
Dalam semantik dikenal konsep makna, informasi, dan maksud. Ketiga konsep itu berbeda satu sama lain. Makna (meaning) adalah sesuatu yang berada di dalam ujaran atau gejala dalam-ujaran. Informasi (information) adalah sesuatu yang luar-ujaran di pihak objek kenyataan yang dibicarakan. Maksud (sense) adalah sesuatu yang luar-ujaran di pihak maksud si pengujar sendiri.

JENIS SEMANTIK
 Semantik leksikal (lexical semantics, word semantics), yaitu semantik yang meneliti makna leksikal (lexical meaning, semantic meaning, external meaning). Makna leksikal adalah makna satuan lin-gual sebagai lambang benda, peris-tiwa, dan lain-lain; makna leksikal ini dimiliki oleh satuan lingual lepas dari penggunaannya atau konteks-nya.
 Semantik gramatikal (grammatical semantics), yaitu semantik yang meneliti makna gramatikal (grammatical meaning). Makna gramatikal adalah makna yang muncul karena hubungan anta¬ra sa¬tuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain dalam satuan lingual yang lebih besar.
 Makna referensial adalah makna yang ada referen atau acuannya, sedangkan makna nonrefernsial adalah makna yang tidak mempunyai referen atau acuannya.

 Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh satuan lingual, sedangkan makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada makna denotatif.

 Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh satuan kebaha-saan terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun, sedangkan mak-na asosiatif adalah makna yang dimiliki oleh satuan kebahasaan berkenaan dengan adanya hubungan satuan kebahasaan iatu dengan sesuatu di luar bahasa.

PRAGMATIK
 Pragmatik adalah cabang linguistik yang menyelidiki makna tuturan (utterances). Medan yang digeluti oleh pragmatik itu ada empat, yaitu deiksis, praanggapan, tindak ujaran, dan implikatur percakapan.
 Deiksis (deixis) adalah kata-kata yang tidak memiliki referen yang tetap. Kata-kata deiktis itu misalnya saya, sini, dan sekarang. Kata-kata itu tidak mempunyai referen yang tetap. Berbeda halnya dengan kata meja, kursi, dan pintu. Kata-kata itu mempunyai referen yang tetap.
 Praanggapan (presupposition) adalah syarat yang diperlukan bagi benar-tidaknya suatu kalimat. Misalnya kalimat Ia berdagang adalah praanggapan bagi kebenaran kalimat Barang dagangannya sangat laku.
 Tindak ujaran (speech acts) berhubungan dengan fakta bahwa di dalam mengatakan suatu kalimat, seseorang tidak semata-mata mengatakan ssuai dengan mengucapkan kalimat itu, tetapi ia juga "menindakkan" sesuatu. Dalam pernyataan Sudah jam sembilan, misalnya, yang dimaksudkan tidak sekadar memberi tahu keadaan jam pada waktu itu, tetapi juga dimaksudkan untuk memerintahkan lawan bicara supaya segera pulang karena waktu kunjungan habis.
 Implikatur percakapan (conversational implication) berhubungan dengan adanya "kesepakatan bersama" antara dua orang yang bercakap-cakap. Kesepakatan itu antara lain berupa kontrak tak tertulis bahwa ihwal yang dibicarakan harus saling berhubungan atau berkaitan. Kalimat Aku sudah mandi tadi sebagai jawaban atas pernyataan Wah, panas sekali, ya, sore ini! Kamu kok tenang-tenang saja; apa nggak keringatan?, misalnya, berhubungan dengan implikatur percakapan itu.

Morfologi

MORFOLOGI

A. Pengertian Morfologi
Istilah morfologi merupakan serapan dari bahasa Inggris mor¬phology. Mor¬fologi itu adalah cabang linguistik yang mem¬pel¬ajari bagian-¬bagian kata secara gramatikal (Verhaar, 1981:52). Pe¬nyebutan “bagian-bagian kata secara grama¬ti¬kal” itu penting kare¬na terdapat pula bagian-bagian kata secara fonemis (lih. Ver¬haar, 1981:52). Contohnya ada¬lah fonem /i/ dalam kata menduduki dan mencari. Fonem /i/ dalam menduduki adalah morfem, sedangkan da¬lam mencari me¬rupa¬kan fonem. Hal ini terjadi ka¬rena /i/ pada kata mendu¬duki mempunyai makna, se¬dangkan dalam mencari ti¬dak.

B. Bahan dan Objek Penelitian Morfologi: Kata dan Morfem
Bahan penelitian morfologi adalah kata, sedangkan objek penelitiannya adalah morfem (morpheme). Perlu dicatat bahwa bila diperhatikan se¬cara morfe¬mis, kata ada yang terdiri atas satu morfem dan ada yang terdiri atas dua atau lebih morfem. Kata jenis pertama disebut kata monomorfemis, sedangkan yang kedua disebut kata polimorfemis. Contohnya adalah kata lari dan dan tersenyum. Kata lari merupakan kata monomorfemis karena hanya terdiri atas satu morfem, yaitu {lari}, sedangkan kata tersenyum merupakan kata polimorfemis karena terdiri atas dua morfem, yaitu {ter-} dan {senyum}. Kata yang menjadi bahan penelitian morfologi, terutama adalah kata polimorfemis (poly¬mor¬phemic words).
Morfem adalah satuan gramatikal yang terkecil (Verhaar, 1981:2). Disebut sebagai “sa¬tuan gramatikal terkecil” karena seti¬ap morfem mempunyai makna. Sebagai satuan gramatikal terkecil, morfem itu tidak lagi mempunyai unsur gramatikal yang lebih ke¬cil lagi. Morfem memang dimungkinkan memiliki unsur-unsur yang lebih kecil lagi, tetapi unsur-unsur yang dimaksud bukanlah un¬sur morfem, melainkan fonem. Jadi, morfem dapat terdiri atas satu fo¬nem, misalnya fo¬nem -i dalam kata memukuli, mengamati, meng¬¬angkati, dan sebagainya, atau lebih dari satu fonem, mi¬salnya -kan dalam mencarikan, memukulkan, meng¬angkatkan, dan seba¬gai¬nya.

C. Deretan Paradigma
Morfem dapat ditentukan lewat deretan paradigma. Deret¬an paradigma adalah deret¬an kata-kata yang berhubungan bentuk dan mak¬nanya (lih. Ramlan, 2001:34). Kata membelikan, mi¬sal¬nya, terdiri atas satu morfem atau lebih perlu dideretkan dengan kata-kata lain yang berhubungan bentuk dan mak¬nanya. Demi¬ki¬anlah, di samping membe¬likan, terdapat pula kata di¬be¬likan, be¬likan, dan pem¬belian di satu pihak dan membawakan, diba¬wakan, ba¬wakan, dan pembawaan serta membuatkan, dibuatkan, buatkan, dan pembuatan, seperti tam¬pak dalam deretan berikut.

(a) (b) (c)
(1) membelikan membawakan membuatkan meN-kan
(2) dibelikan dibawakan dibuatkan di-kan
(3) belikan bawakan buatkan -kan
(4) pembelian pembawaan pembuatan peN-an
beli bawa buat

Dari deretan tersebut, dapat diketahui bahwa kata membelikan ter¬diri atas tiga morfem, yaitu {meN-}, {-kan}, dan {beli}.
D. Morfem, Morf, dan Alomorf
Morfem berwujud abstrak (Verhaar, 1981:57). Keabstrakan morfem itu, misalnya, kelihatan jelas dalam pranalisasi (yang di¬lambangkan dengan N kapital) dalam prefiks {meN-}. Dalam pemakaian, lambang N kapital itu berubah menjadi /mәŋ-/ (misalnya dalam kata menggunakan /mәŋgunakan/), /mәm-/ (misalnya da¬lam kata membeli /mәmbәli/), /mәŋә-/ (misalnya dalam kata mengecat /mœNœcat/), /mәñ-/ (misalnya dalam kata mencari /mәñcari/), /mәn-/ (misalnya dalam kata menangis /mәnaNis/), dan /mә-/ (misalnya dalam kata melarang /mœlaraN/). Dari pemakaian morfem {meN-} itu dapat diketahui bahwa morfem bersifat abstrak. Morfem harus dikenali lewat realisasi (atau pemakaian) konkretnya. Realisasi kon¬kret itu disebut alomorf. Misalnya realisasi konkret morfem {meN-} adalah /mәŋ-/, /mәm-/, /mәŋә-/, /mәñ-/, /mәn-/, dan /mә-/.
Morf adalah salah satu bentuk alomorfemis dari suatu mor¬fem yang dipilih untuk mewakili bentuk konkret morfem. Hanya, bentuk yang dipilih itu dianggap mewakili secara konkret morfem yang bersangkutan (lih. Verhaar, 1981:57).

E. Jenis-jenis Morfem
Morfem-morfem dapat diklasifikasikan berdasarkan (a) kemungkinannya sebagai kata, (b) ke¬duduk¬annya dalam pembentukan kata, (c) ba¬nyak¬nya alo¬morf, (d) proses morfemis, (e) jenis fo¬nem yang menyusunnya, dan (f) macam makna¬nya. Ber¬ikut ini hasil klasifikasi itu masing-masing dipaparkan.

1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Menurut kemungkinannya sebagai kata, morfem-morfem da¬pat di¬bagi menjadi dua jenis, yaitu morfem bebas (free mor¬pheme) dan morfem terikat (bound morpheme). Morfem bebas ialah morfem yang dapat berdiri sendiri sebagai kata, sedangkan morfem terikat adalah mor¬fem yang tidak dapat berdiri sen¬diri sebagai kata, te¬tapi selalu dirangkaikan de¬ngan satu morfem atau lebih yang lain menjadi satu kata. Yang termasuk morfem bebas mi¬sal¬nya {orang}, {mata}, {datang}, dan {tidur}, sedangkan yang ter¬ma¬suk morfem terikat misalnya {ber-}, {meng-}, {di-}, {temu}, {juang}, dan {ajar}.

2. Morfem Dasar dan Morfem Imbuhan
Menurut kedudukannya dalam pembentukan kata, morfem-mor¬fem dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu morfem dasar dan morfem imbuhan. Morfem dasar adalah morfem yang dile¬buri mor¬¬fem lain dalam pemben¬tukan kata. Menurut Verhaar (1996:99), morfem dasar ini terdiri atas tiga jenis, yaitu:
a. morfem pangkal adalah morfem dasar yang bebas, contoh¬nya adalah {do} dalam undo dan {hak} dalam berhak;
b. morfem akar adalah morfem dasar yang berbentuk terikat. Agar menjadi ben¬tuk bebas, mor¬¬fem ini akan harus menga¬lami pengimbuhan. Misalnya infinitif verbal Latin amare ‘mencin¬tai’ memiliki akar {am-} dan akar {am-} itu selamanya mem¬bu¬tuhkan imbuhan (mi¬sal¬nya imbuhan “infinitif aktif” {-are} dalam kata amare) untuk menjadi bentuk bebas, ar¬ti¬nya, {am-} plus klitik tidak akan meng¬hasilkan bentuk bebas, dan pemaje¬muk¬an dengan {am-} juga tidak mungkin.
c. bentuk pradasar ialah bentuk yang membutuhkan peng¬¬¬imbuh¬an, peng¬klitik¬an, atau pe¬majemukan untuk men¬¬jadi ben¬tuk bebas. Misalnya, morfem {:ajar} be¬rupa pra¬¬dasar (yang dalam hal ini pradasar itu dilambangkan titik dua (:) di de¬pan bentuk yang bersangkut¬an). Morfem itu dapat menjadi bebas me¬lalui peng¬imbuhan (misalnya dalam mengajar, belajar, dan sebagainya), dapat juga me¬la¬lui pengklitikan (misalnya dalam kami ajar, saya ajar, dan lain-lain yang serupa), dan dapat ju¬ga dengan pemajemukan (misalnya dalam kurang ajar).
Morfem imbuhan adalah morfem yang dalam pemben¬¬tuk¬an kata berfungsi sebagai imbuhan. Yang perlu diketahui ada¬¬lah se¬mua morfem imbuhan merupa¬kan morfem terikat (Ver¬haar, 1981:53). Morfem imbuhan itu tidak dapat menjadi dasar atau asal da¬lam pembentuk¬an kata. Misalnya, morfem {ber-} dan {ke-an} dalam kata ber¬ke¬sudahan merupakan morfem imbuhan.
Morfem imbuhan dapat berupa afiks dan klitik. Afiks adalah morfem im¬buhan yang dapat diimbuhkan di awal (yang disebut prefiks atau awalan), te¬ngah (yang dinamai infiks atau sisipan), akhir (yang dinamai sufiks atau akhiran), serta awal dan akhir (yang dinamai konfiks atau imbuhan gabung) mor¬fem dasar. Dalam kata membeli, gerigi, mainan, dan keadaan, misalnya, morfem {meN-}, {-er}, {-an}, dan {ke-an} merupakan morfem imbuhan yang berupa afiks.
Klitik adalah morfem imbuhan yang diimbuhkan di awal atau akhir mor¬fem dasar. Klitik yang diimbuhkan di awal morfem dasar disebut proklitik, se¬dangkan yang diimbuhkan di akhir morfem dasar dinamai enklitik. Dalam kata kubawa dan bukuku, misalnya, morfem {ku-} dan {-ku} merupakan imbuhan yang berupa klitik.

3. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Khusus dalam hal morfem terikat, entah imbuhan, akar, atau pradasar, da¬pat be¬rupa morfem utuh (continous morpheme) dan morfem terbagi (dis¬continous morpheme). Morfem utuh ter¬dapat bila bentuknya tidak diantarai oleh unsur lain, dan morfem ter¬bagi terdapat apa¬bila bentuknya dibagi menjadi dua atau lebih ba¬¬gi¬an yang berjauhan (Ver¬haar, 1981:53). Morfem {ber-}, {memper-}, dan {diper-}, misalnya, me¬rupakan morfem utuh, se¬dangkan mor¬fem {ke-an}, {ber-an}, dan {ber-kan}, misalnya, me¬rupakan morfem ter¬bagi.

4. Morfem Segmental dan Morfem Suprasegmental
Morfem dapat dibedakan menjadi morfem segmental dan morfem supra¬segmental. Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem segmental. Morfem segmental itu misalnya morfem {ke-an}, {-in-}, dan {sambung} dalam kata kesinambungan. Morfem su¬prasegmental adalah morfem yang terjadi dari fonem supra¬segmen¬tal. Morfem suprasegmental itu dapat disebut pula dengan is¬tilah morfem nonsegmental. Morfem su¬prasegmental itu dapat dijumpai dalam bahasa-bahasa nada, misalnya bahasa Ngbaka, bahasa Sudan di Congo Utara. Me¬nurut Nida (yang dikutip Kentjono, 2005:147), verba dalam bahasa Ngbaka selalu disertai penunjuk kala yang berupa morfem suprasegmental:

No. Kala kini Kala lampau Kala nanti Imperatif makna
1 à Ä â Á menaruh
2 wà Wä wâ wÁ membersihkan
3 sà Sä sâ sÁ memanggil

5. Morfem Leksikal dan Morfem Gramatikal
Morfem dapat pula dibedakan menjadi morfem leksikal dan morfem gramatikal. Morfem leksikal adalah morfem yang memi¬liki makna leksikal, seperti misalnya {meja}, {kursi}, {ja¬lan}, dan se¬ba¬gainya. Morfem yang memiliki makna gramatikal disebut morfem gramatikal, mi¬salnya {ber-}, {-i}, dan sebagai¬nya.

6. Morfem Zero
Selain jenis-jenis morfem yang dipaparkan di atas, ma¬sih ada satu jenis morfem la¬gi, yaitu morfem zero. Morfem zero itu dapat disebut pula morfem nol. Simbol mor¬femis morfem zero atau nol itu adalah {ø}. Morfem zero adalah morfem yang ti¬dak diwu¬judkan de¬ngan fonem. Contohnya adalah pemluralan dalam ba¬hasa Inggris sheep [tunggal]: sheep [plural]. Struktur morfemis bentuk tunggalnya adalah monomorfemis sheep dan bentuk plu¬ralnya ada¬lah {sheep} + {[morfem plural] ø} (Verhaar, 1996:102).

E. Proses Morfemis
Proses morfemis adalah proses pembentukan kata dengan peng¬¬u¬bahan morfem dasar tertentu yang berstatus morfem leksikal dengan alat pembentuk yang juga berstatus morfem, tetapi dengan kecenderung¬an bermakna gramatikal dan bersifat terikat. Morfem-morfem yang dipakai untuk proses itu adalah afiks (affix), klitik (clitic), modifikasi internal (internal modification), reduplikasi (reduplication), dan komposisi (compound).

1. Afiks
Afiks adalah morfem terikat yang apabila ditambahkan atau dile¬kat¬kan pada morfem dasar akan mengubah makna grama¬tikal morfem dasar (lih. Kri¬dalaksana, 2001:3). Berdasarkan letaknya da¬lam kata, afiks dapat di¬be¬dakan men¬jadi enam jenis, yaitu:
a. prefiks (prefix) adalah afiks yang diletakkan di awal morfem dasar, mi¬sal¬nya ber-, me-, di-, ter-, se-, dan sebagainya;
b. infiks (infix) adalah afiks yang ditempatkan di tengah morfem dasar, mi¬salnya -in-, -em-, dan sebagainya;
c. interfiks (interfix) adalah afiks yang muncul di antara dua morfem dasar, misalnya -o- dalam jawanologi, galvologi, dan ti¬po¬logi;
d. sufiks (suffix) adalah afiks yang diletakkan di akhir morfem dasar, mi¬salnya -s, -al, -an, dan sebagainya;
e. konfiks (confix) atau sirkumfiks (circumfix) adalah ga¬bung¬an dua afiks yang sebagian di¬letakkan di awal dan sebagian yang lain di akhir morfem dasar, misalnya ke-an, ber-kan, per-an, dan sebagainya; dan
f. transfiks (transfix) adalah afiks terbagi yang muncul tersebar di da¬lam morfem dasar, mi¬sal¬nya dalam bahasa Arab, a-a-a, a-i-a, a-u-a ‘persona ketiga, jantan, perfektum’ muncul dalam morfem dasar k-t-b, sy-r-b, h-s-n menjadi kataba ia menulis’, syariba ‘ia minum’, hasuna ‘ia bagus’ (Kri¬da¬laksana, 2001:218; Bauer, 1988:24).

2. Klitik
Klitik tidak sama dengan afiks. Klitik juga merupakan mor¬¬¬fem terikat, tetapi tidak me¬mi¬liki perilaku seperti afiks. Perilaku klitik adalah:
a. dapat dilekatkan pada bermacam-macam jenis kata (lih. Ver¬haar, 1981:62), tetapi tidak menjadi penentu ciri khas dari jenis kata tertentu;
b. memilik makna leksikal (Ramlan, 2001:57);
c. apabila dilekatkan pada morfem dasar, tidak pernah meng¬alami per¬ubahan bentuk;
d. dapat menduduki fungsi sintaktis tertentu di dalam frasa atau kalimat;
e. tidak mengubah golongan kata yang dilekati;
Berdasarkan letaknya di dalam kata, klitik dapat dibedakan men¬jadi dua jenis, yaitu proklitik (proclitic) dan enklitik (enclitic). Proklitik adalah klitik yang ditambahkan pada awal kata, misalnya ku- dan kau- pada kuambil dan kauambil, sedangkan enklitik ada¬lah kli¬tik yang diletakkan di akhir kata, misalnya -mu dan -ku dalam bukumu dan bukuku.

3. Modifikasi Internal
Modifikasi internal menyangkut perubah¬an internal di dalam kata. Perubahan internal itu biasanya berupa per¬ubahan vokal sehingga modifikasi internal biasa pula disebut modifikasi vokal (vowel modification). Perubahan vokal yang dimaksud tentu saja yang meng¬ubah makna kata. Bandingkanlah per¬ubahan vokal dalam kata mondar-mandir dan sing - sang - sung. Perubahan vokal dalam mondar-mandir tidak mengubah apa-apa ka¬rena da¬lam bahasa In¬donesia ti¬dak dijumpai mondar atau mandir se¬hingga perubahan vokal dalam mon¬dar-mandir itu bukanlah mor¬fem, tetapi dalam sing - sang - sung, per¬ubahan vokal itu meng¬ubah makna sehingga perubahan vokal dalam sing - sang - sung itu dapat di¬sebut morfem, ialah morfem terikat.

4. Reduplikasi
Reduplikasi, yang biasanya dilambangkan dengan {R}, juga merupakan morfem, yaitu morfem terikat, karena mengubah mak¬na gramatikal kata. Menurut Ramlan (2001:69-76), re¬duplikasi da¬pat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu:
a. reduplikasi seluruh, ialah reduplikasi seluruh morfem dasar, tan¬pa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan pro¬ses pembubuhan afiks, misalnya sepeda dalam sepeda-se¬pe¬da dan buku dalam buku-buku;
b. reduplikasi sebagian, ialah reduplikasi sebagian dari morfem dasarnya, misalnya pertama menjadi pertama-tama dan ber¬apa menjadi beberapa;
c. reduplikasi yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, ialah reduplikasi yang terjadi bersama-sama dengan pro¬ses pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi, misalnya anak menjadi anak-anakan, hi¬tam menjadi kehitam-hitaman; dan
d. reduplikasi dengan perubahan fonem, misalnya gerak men¬jadi gerak-gerik, serba menjadi serba-serbi,dan sebagainya.

5. Komposisi
Komposisi adalah perangkaian bersama-sama dua morfem un¬¬tuk mengha¬silkan satu kata. Kata yang dihasilkan lewat proses kom¬posisi di¬sebut kompo¬situm atau kata majemuk. Menurut Kri¬dalaksana (1989:109-110), kompositum memiliki ciri-ciri sebagai ber¬ikut:
a. ketaktersisipan; artinya, di antara komponen-komponen kom¬¬positum tidak dapat disisipi apa pun. Bulan warna adalah kom¬positum karena tidak dapat disisipi apa pun, sedangkan alat ne¬gara merupakan frasa karena dapat di¬sisipi partikel dari men¬jadi alat dari negara.
b. ketakterluasan; artinya, komponen kompositum itu ma¬sing-masing tidak dapat diafiksasikan atau dimodifikasikan. Per¬luasan bagi kompositum hanya mungkin untuk semua kompo¬nennya sekaligus. Misalnya kompositum ke¬reta api dapat dimo¬di¬fi¬ka¬si¬kan menjadi per¬keretaapian.
c. ketakterbalikan; artinya, komponen kompositum tidak dapat di¬pertukarkan. Gabungan seperti bapak ibu, pulang per¬gi, dan le¬bih kurang bukanlah kompositum, melainkan frasa ko¬ordina¬tif karena dapat dibalikkan (gabungan kata semacam itu mem¬beri kesempatan kepada penutur untuk me¬milih mana yang akan didahulukan). Konstruksi seperti arif bijak¬sana, hutan be¬lan¬tara, bujuk rayu bukanlah fra¬sa, melainkan kompositum.

G. Derivasi dan Infleksi
Derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan ka¬ta de¬ngan identitas morfemis yang lain, sedangkan infleksi adalah peru¬bah¬an morfemis dengan mempertahankan iden¬titas leksikal dari kata yang bersangkutan. Contoh untuk infleksi adalah per¬ubahan morfemis dari pe¬muda menjadi pemuda-pemuda dan untuk derivasi misalnya perubah¬an gunting menjadi menggunting. Perubahan dari pemuda menjadi pemuda-pemuda tidak mengubah identitas leksikal morfem dasar pemuda. Artinya, baik pemuda maupun pemuda-pemuda sama-sama meru¬pakan nomina dan perbedaan antarkeduanya hanyalah pada maknanya: pemuda bermakna ’tunggal’, sedangkan pemuda-pemuda bermakna ’jamak’
Berbeda halnya dengan perubahan morfem dasar gunting menjadi meng¬gunting. Ternyata, penambahan {meN-} pada gunting menjadi menggunting mengubah identitas gunting yang semula nomina menjadi verba.

H. Produktivitas
Morfem ada yang produktif dan tidak produktif. Morfem di¬katakan pro¬duktif apabila dapat diterapkan pada konstituen yang tidak la¬zim, atau belum per¬nah, mengalaminya dan dikatakan tidak produktif apabila tidak dapat dite¬rap¬kan pada konstituen yang belum pernah mengalaminya. Misalnya, morfem {meN-} meru¬pa¬kan morfem imbuh¬an yang produktif ka¬re¬¬na dapat melekat pada morfem dasar yang belum pernah dilekati seperti dunia menjadi men¬¬dunia.