Minggu, 09 Januari 2011

Morfologi

MORFOLOGI

A. Pengertian Morfologi
Istilah morfologi merupakan serapan dari bahasa Inggris mor¬phology. Mor¬fologi itu adalah cabang linguistik yang mem¬pel¬ajari bagian-¬bagian kata secara gramatikal (Verhaar, 1981:52). Pe¬nyebutan “bagian-bagian kata secara grama¬ti¬kal” itu penting kare¬na terdapat pula bagian-bagian kata secara fonemis (lih. Ver¬haar, 1981:52). Contohnya ada¬lah fonem /i/ dalam kata menduduki dan mencari. Fonem /i/ dalam menduduki adalah morfem, sedangkan da¬lam mencari me¬rupa¬kan fonem. Hal ini terjadi ka¬rena /i/ pada kata mendu¬duki mempunyai makna, se¬dangkan dalam mencari ti¬dak.

B. Bahan dan Objek Penelitian Morfologi: Kata dan Morfem
Bahan penelitian morfologi adalah kata, sedangkan objek penelitiannya adalah morfem (morpheme). Perlu dicatat bahwa bila diperhatikan se¬cara morfe¬mis, kata ada yang terdiri atas satu morfem dan ada yang terdiri atas dua atau lebih morfem. Kata jenis pertama disebut kata monomorfemis, sedangkan yang kedua disebut kata polimorfemis. Contohnya adalah kata lari dan dan tersenyum. Kata lari merupakan kata monomorfemis karena hanya terdiri atas satu morfem, yaitu {lari}, sedangkan kata tersenyum merupakan kata polimorfemis karena terdiri atas dua morfem, yaitu {ter-} dan {senyum}. Kata yang menjadi bahan penelitian morfologi, terutama adalah kata polimorfemis (poly¬mor¬phemic words).
Morfem adalah satuan gramatikal yang terkecil (Verhaar, 1981:2). Disebut sebagai “sa¬tuan gramatikal terkecil” karena seti¬ap morfem mempunyai makna. Sebagai satuan gramatikal terkecil, morfem itu tidak lagi mempunyai unsur gramatikal yang lebih ke¬cil lagi. Morfem memang dimungkinkan memiliki unsur-unsur yang lebih kecil lagi, tetapi unsur-unsur yang dimaksud bukanlah un¬sur morfem, melainkan fonem. Jadi, morfem dapat terdiri atas satu fo¬nem, misalnya fo¬nem -i dalam kata memukuli, mengamati, meng¬¬angkati, dan sebagainya, atau lebih dari satu fonem, mi¬salnya -kan dalam mencarikan, memukulkan, meng¬angkatkan, dan seba¬gai¬nya.

C. Deretan Paradigma
Morfem dapat ditentukan lewat deretan paradigma. Deret¬an paradigma adalah deret¬an kata-kata yang berhubungan bentuk dan mak¬nanya (lih. Ramlan, 2001:34). Kata membelikan, mi¬sal¬nya, terdiri atas satu morfem atau lebih perlu dideretkan dengan kata-kata lain yang berhubungan bentuk dan mak¬nanya. Demi¬ki¬anlah, di samping membe¬likan, terdapat pula kata di¬be¬likan, be¬likan, dan pem¬belian di satu pihak dan membawakan, diba¬wakan, ba¬wakan, dan pembawaan serta membuatkan, dibuatkan, buatkan, dan pembuatan, seperti tam¬pak dalam deretan berikut.

(a) (b) (c)
(1) membelikan membawakan membuatkan meN-kan
(2) dibelikan dibawakan dibuatkan di-kan
(3) belikan bawakan buatkan -kan
(4) pembelian pembawaan pembuatan peN-an
beli bawa buat

Dari deretan tersebut, dapat diketahui bahwa kata membelikan ter¬diri atas tiga morfem, yaitu {meN-}, {-kan}, dan {beli}.
D. Morfem, Morf, dan Alomorf
Morfem berwujud abstrak (Verhaar, 1981:57). Keabstrakan morfem itu, misalnya, kelihatan jelas dalam pranalisasi (yang di¬lambangkan dengan N kapital) dalam prefiks {meN-}. Dalam pemakaian, lambang N kapital itu berubah menjadi /mәŋ-/ (misalnya dalam kata menggunakan /mәŋgunakan/), /mәm-/ (misalnya da¬lam kata membeli /mәmbәli/), /mәŋә-/ (misalnya dalam kata mengecat /mœNœcat/), /mәñ-/ (misalnya dalam kata mencari /mәñcari/), /mәn-/ (misalnya dalam kata menangis /mәnaNis/), dan /mә-/ (misalnya dalam kata melarang /mœlaraN/). Dari pemakaian morfem {meN-} itu dapat diketahui bahwa morfem bersifat abstrak. Morfem harus dikenali lewat realisasi (atau pemakaian) konkretnya. Realisasi kon¬kret itu disebut alomorf. Misalnya realisasi konkret morfem {meN-} adalah /mәŋ-/, /mәm-/, /mәŋә-/, /mәñ-/, /mәn-/, dan /mә-/.
Morf adalah salah satu bentuk alomorfemis dari suatu mor¬fem yang dipilih untuk mewakili bentuk konkret morfem. Hanya, bentuk yang dipilih itu dianggap mewakili secara konkret morfem yang bersangkutan (lih. Verhaar, 1981:57).

E. Jenis-jenis Morfem
Morfem-morfem dapat diklasifikasikan berdasarkan (a) kemungkinannya sebagai kata, (b) ke¬duduk¬annya dalam pembentukan kata, (c) ba¬nyak¬nya alo¬morf, (d) proses morfemis, (e) jenis fo¬nem yang menyusunnya, dan (f) macam makna¬nya. Ber¬ikut ini hasil klasifikasi itu masing-masing dipaparkan.

1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Menurut kemungkinannya sebagai kata, morfem-morfem da¬pat di¬bagi menjadi dua jenis, yaitu morfem bebas (free mor¬pheme) dan morfem terikat (bound morpheme). Morfem bebas ialah morfem yang dapat berdiri sendiri sebagai kata, sedangkan morfem terikat adalah mor¬fem yang tidak dapat berdiri sen¬diri sebagai kata, te¬tapi selalu dirangkaikan de¬ngan satu morfem atau lebih yang lain menjadi satu kata. Yang termasuk morfem bebas mi¬sal¬nya {orang}, {mata}, {datang}, dan {tidur}, sedangkan yang ter¬ma¬suk morfem terikat misalnya {ber-}, {meng-}, {di-}, {temu}, {juang}, dan {ajar}.

2. Morfem Dasar dan Morfem Imbuhan
Menurut kedudukannya dalam pembentukan kata, morfem-mor¬fem dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu morfem dasar dan morfem imbuhan. Morfem dasar adalah morfem yang dile¬buri mor¬¬fem lain dalam pemben¬tukan kata. Menurut Verhaar (1996:99), morfem dasar ini terdiri atas tiga jenis, yaitu:
a. morfem pangkal adalah morfem dasar yang bebas, contoh¬nya adalah {do} dalam undo dan {hak} dalam berhak;
b. morfem akar adalah morfem dasar yang berbentuk terikat. Agar menjadi ben¬tuk bebas, mor¬¬fem ini akan harus menga¬lami pengimbuhan. Misalnya infinitif verbal Latin amare ‘mencin¬tai’ memiliki akar {am-} dan akar {am-} itu selamanya mem¬bu¬tuhkan imbuhan (mi¬sal¬nya imbuhan “infinitif aktif” {-are} dalam kata amare) untuk menjadi bentuk bebas, ar¬ti¬nya, {am-} plus klitik tidak akan meng¬hasilkan bentuk bebas, dan pemaje¬muk¬an dengan {am-} juga tidak mungkin.
c. bentuk pradasar ialah bentuk yang membutuhkan peng¬¬¬imbuh¬an, peng¬klitik¬an, atau pe¬majemukan untuk men¬¬jadi ben¬tuk bebas. Misalnya, morfem {:ajar} be¬rupa pra¬¬dasar (yang dalam hal ini pradasar itu dilambangkan titik dua (:) di de¬pan bentuk yang bersangkut¬an). Morfem itu dapat menjadi bebas me¬lalui peng¬imbuhan (misalnya dalam mengajar, belajar, dan sebagainya), dapat juga me¬la¬lui pengklitikan (misalnya dalam kami ajar, saya ajar, dan lain-lain yang serupa), dan dapat ju¬ga dengan pemajemukan (misalnya dalam kurang ajar).
Morfem imbuhan adalah morfem yang dalam pemben¬¬tuk¬an kata berfungsi sebagai imbuhan. Yang perlu diketahui ada¬¬lah se¬mua morfem imbuhan merupa¬kan morfem terikat (Ver¬haar, 1981:53). Morfem imbuhan itu tidak dapat menjadi dasar atau asal da¬lam pembentuk¬an kata. Misalnya, morfem {ber-} dan {ke-an} dalam kata ber¬ke¬sudahan merupakan morfem imbuhan.
Morfem imbuhan dapat berupa afiks dan klitik. Afiks adalah morfem im¬buhan yang dapat diimbuhkan di awal (yang disebut prefiks atau awalan), te¬ngah (yang dinamai infiks atau sisipan), akhir (yang dinamai sufiks atau akhiran), serta awal dan akhir (yang dinamai konfiks atau imbuhan gabung) mor¬fem dasar. Dalam kata membeli, gerigi, mainan, dan keadaan, misalnya, morfem {meN-}, {-er}, {-an}, dan {ke-an} merupakan morfem imbuhan yang berupa afiks.
Klitik adalah morfem imbuhan yang diimbuhkan di awal atau akhir mor¬fem dasar. Klitik yang diimbuhkan di awal morfem dasar disebut proklitik, se¬dangkan yang diimbuhkan di akhir morfem dasar dinamai enklitik. Dalam kata kubawa dan bukuku, misalnya, morfem {ku-} dan {-ku} merupakan imbuhan yang berupa klitik.

3. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Khusus dalam hal morfem terikat, entah imbuhan, akar, atau pradasar, da¬pat be¬rupa morfem utuh (continous morpheme) dan morfem terbagi (dis¬continous morpheme). Morfem utuh ter¬dapat bila bentuknya tidak diantarai oleh unsur lain, dan morfem ter¬bagi terdapat apa¬bila bentuknya dibagi menjadi dua atau lebih ba¬¬gi¬an yang berjauhan (Ver¬haar, 1981:53). Morfem {ber-}, {memper-}, dan {diper-}, misalnya, me¬rupakan morfem utuh, se¬dangkan mor¬fem {ke-an}, {ber-an}, dan {ber-kan}, misalnya, me¬rupakan morfem ter¬bagi.

4. Morfem Segmental dan Morfem Suprasegmental
Morfem dapat dibedakan menjadi morfem segmental dan morfem supra¬segmental. Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem segmental. Morfem segmental itu misalnya morfem {ke-an}, {-in-}, dan {sambung} dalam kata kesinambungan. Morfem su¬prasegmental adalah morfem yang terjadi dari fonem supra¬segmen¬tal. Morfem suprasegmental itu dapat disebut pula dengan is¬tilah morfem nonsegmental. Morfem su¬prasegmental itu dapat dijumpai dalam bahasa-bahasa nada, misalnya bahasa Ngbaka, bahasa Sudan di Congo Utara. Me¬nurut Nida (yang dikutip Kentjono, 2005:147), verba dalam bahasa Ngbaka selalu disertai penunjuk kala yang berupa morfem suprasegmental:

No. Kala kini Kala lampau Kala nanti Imperatif makna
1 à Ä â Á menaruh
2 wà Wä wâ wÁ membersihkan
3 sà Sä sâ sÁ memanggil

5. Morfem Leksikal dan Morfem Gramatikal
Morfem dapat pula dibedakan menjadi morfem leksikal dan morfem gramatikal. Morfem leksikal adalah morfem yang memi¬liki makna leksikal, seperti misalnya {meja}, {kursi}, {ja¬lan}, dan se¬ba¬gainya. Morfem yang memiliki makna gramatikal disebut morfem gramatikal, mi¬salnya {ber-}, {-i}, dan sebagai¬nya.

6. Morfem Zero
Selain jenis-jenis morfem yang dipaparkan di atas, ma¬sih ada satu jenis morfem la¬gi, yaitu morfem zero. Morfem zero itu dapat disebut pula morfem nol. Simbol mor¬femis morfem zero atau nol itu adalah {ø}. Morfem zero adalah morfem yang ti¬dak diwu¬judkan de¬ngan fonem. Contohnya adalah pemluralan dalam ba¬hasa Inggris sheep [tunggal]: sheep [plural]. Struktur morfemis bentuk tunggalnya adalah monomorfemis sheep dan bentuk plu¬ralnya ada¬lah {sheep} + {[morfem plural] ø} (Verhaar, 1996:102).

E. Proses Morfemis
Proses morfemis adalah proses pembentukan kata dengan peng¬¬u¬bahan morfem dasar tertentu yang berstatus morfem leksikal dengan alat pembentuk yang juga berstatus morfem, tetapi dengan kecenderung¬an bermakna gramatikal dan bersifat terikat. Morfem-morfem yang dipakai untuk proses itu adalah afiks (affix), klitik (clitic), modifikasi internal (internal modification), reduplikasi (reduplication), dan komposisi (compound).

1. Afiks
Afiks adalah morfem terikat yang apabila ditambahkan atau dile¬kat¬kan pada morfem dasar akan mengubah makna grama¬tikal morfem dasar (lih. Kri¬dalaksana, 2001:3). Berdasarkan letaknya da¬lam kata, afiks dapat di¬be¬dakan men¬jadi enam jenis, yaitu:
a. prefiks (prefix) adalah afiks yang diletakkan di awal morfem dasar, mi¬sal¬nya ber-, me-, di-, ter-, se-, dan sebagainya;
b. infiks (infix) adalah afiks yang ditempatkan di tengah morfem dasar, mi¬salnya -in-, -em-, dan sebagainya;
c. interfiks (interfix) adalah afiks yang muncul di antara dua morfem dasar, misalnya -o- dalam jawanologi, galvologi, dan ti¬po¬logi;
d. sufiks (suffix) adalah afiks yang diletakkan di akhir morfem dasar, mi¬salnya -s, -al, -an, dan sebagainya;
e. konfiks (confix) atau sirkumfiks (circumfix) adalah ga¬bung¬an dua afiks yang sebagian di¬letakkan di awal dan sebagian yang lain di akhir morfem dasar, misalnya ke-an, ber-kan, per-an, dan sebagainya; dan
f. transfiks (transfix) adalah afiks terbagi yang muncul tersebar di da¬lam morfem dasar, mi¬sal¬nya dalam bahasa Arab, a-a-a, a-i-a, a-u-a ‘persona ketiga, jantan, perfektum’ muncul dalam morfem dasar k-t-b, sy-r-b, h-s-n menjadi kataba ia menulis’, syariba ‘ia minum’, hasuna ‘ia bagus’ (Kri¬da¬laksana, 2001:218; Bauer, 1988:24).

2. Klitik
Klitik tidak sama dengan afiks. Klitik juga merupakan mor¬¬¬fem terikat, tetapi tidak me¬mi¬liki perilaku seperti afiks. Perilaku klitik adalah:
a. dapat dilekatkan pada bermacam-macam jenis kata (lih. Ver¬haar, 1981:62), tetapi tidak menjadi penentu ciri khas dari jenis kata tertentu;
b. memilik makna leksikal (Ramlan, 2001:57);
c. apabila dilekatkan pada morfem dasar, tidak pernah meng¬alami per¬ubahan bentuk;
d. dapat menduduki fungsi sintaktis tertentu di dalam frasa atau kalimat;
e. tidak mengubah golongan kata yang dilekati;
Berdasarkan letaknya di dalam kata, klitik dapat dibedakan men¬jadi dua jenis, yaitu proklitik (proclitic) dan enklitik (enclitic). Proklitik adalah klitik yang ditambahkan pada awal kata, misalnya ku- dan kau- pada kuambil dan kauambil, sedangkan enklitik ada¬lah kli¬tik yang diletakkan di akhir kata, misalnya -mu dan -ku dalam bukumu dan bukuku.

3. Modifikasi Internal
Modifikasi internal menyangkut perubah¬an internal di dalam kata. Perubahan internal itu biasanya berupa per¬ubahan vokal sehingga modifikasi internal biasa pula disebut modifikasi vokal (vowel modification). Perubahan vokal yang dimaksud tentu saja yang meng¬ubah makna kata. Bandingkanlah per¬ubahan vokal dalam kata mondar-mandir dan sing - sang - sung. Perubahan vokal dalam mondar-mandir tidak mengubah apa-apa ka¬rena da¬lam bahasa In¬donesia ti¬dak dijumpai mondar atau mandir se¬hingga perubahan vokal dalam mon¬dar-mandir itu bukanlah mor¬fem, tetapi dalam sing - sang - sung, per¬ubahan vokal itu meng¬ubah makna sehingga perubahan vokal dalam sing - sang - sung itu dapat di¬sebut morfem, ialah morfem terikat.

4. Reduplikasi
Reduplikasi, yang biasanya dilambangkan dengan {R}, juga merupakan morfem, yaitu morfem terikat, karena mengubah mak¬na gramatikal kata. Menurut Ramlan (2001:69-76), re¬duplikasi da¬pat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu:
a. reduplikasi seluruh, ialah reduplikasi seluruh morfem dasar, tan¬pa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan pro¬ses pembubuhan afiks, misalnya sepeda dalam sepeda-se¬pe¬da dan buku dalam buku-buku;
b. reduplikasi sebagian, ialah reduplikasi sebagian dari morfem dasarnya, misalnya pertama menjadi pertama-tama dan ber¬apa menjadi beberapa;
c. reduplikasi yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, ialah reduplikasi yang terjadi bersama-sama dengan pro¬ses pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi, misalnya anak menjadi anak-anakan, hi¬tam menjadi kehitam-hitaman; dan
d. reduplikasi dengan perubahan fonem, misalnya gerak men¬jadi gerak-gerik, serba menjadi serba-serbi,dan sebagainya.

5. Komposisi
Komposisi adalah perangkaian bersama-sama dua morfem un¬¬tuk mengha¬silkan satu kata. Kata yang dihasilkan lewat proses kom¬posisi di¬sebut kompo¬situm atau kata majemuk. Menurut Kri¬dalaksana (1989:109-110), kompositum memiliki ciri-ciri sebagai ber¬ikut:
a. ketaktersisipan; artinya, di antara komponen-komponen kom¬¬positum tidak dapat disisipi apa pun. Bulan warna adalah kom¬positum karena tidak dapat disisipi apa pun, sedangkan alat ne¬gara merupakan frasa karena dapat di¬sisipi partikel dari men¬jadi alat dari negara.
b. ketakterluasan; artinya, komponen kompositum itu ma¬sing-masing tidak dapat diafiksasikan atau dimodifikasikan. Per¬luasan bagi kompositum hanya mungkin untuk semua kompo¬nennya sekaligus. Misalnya kompositum ke¬reta api dapat dimo¬di¬fi¬ka¬si¬kan menjadi per¬keretaapian.
c. ketakterbalikan; artinya, komponen kompositum tidak dapat di¬pertukarkan. Gabungan seperti bapak ibu, pulang per¬gi, dan le¬bih kurang bukanlah kompositum, melainkan frasa ko¬ordina¬tif karena dapat dibalikkan (gabungan kata semacam itu mem¬beri kesempatan kepada penutur untuk me¬milih mana yang akan didahulukan). Konstruksi seperti arif bijak¬sana, hutan be¬lan¬tara, bujuk rayu bukanlah fra¬sa, melainkan kompositum.

G. Derivasi dan Infleksi
Derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan ka¬ta de¬ngan identitas morfemis yang lain, sedangkan infleksi adalah peru¬bah¬an morfemis dengan mempertahankan iden¬titas leksikal dari kata yang bersangkutan. Contoh untuk infleksi adalah per¬ubahan morfemis dari pe¬muda menjadi pemuda-pemuda dan untuk derivasi misalnya perubah¬an gunting menjadi menggunting. Perubahan dari pemuda menjadi pemuda-pemuda tidak mengubah identitas leksikal morfem dasar pemuda. Artinya, baik pemuda maupun pemuda-pemuda sama-sama meru¬pakan nomina dan perbedaan antarkeduanya hanyalah pada maknanya: pemuda bermakna ’tunggal’, sedangkan pemuda-pemuda bermakna ’jamak’
Berbeda halnya dengan perubahan morfem dasar gunting menjadi meng¬gunting. Ternyata, penambahan {meN-} pada gunting menjadi menggunting mengubah identitas gunting yang semula nomina menjadi verba.

H. Produktivitas
Morfem ada yang produktif dan tidak produktif. Morfem di¬katakan pro¬duktif apabila dapat diterapkan pada konstituen yang tidak la¬zim, atau belum per¬nah, mengalaminya dan dikatakan tidak produktif apabila tidak dapat dite¬rap¬kan pada konstituen yang belum pernah mengalaminya. Misalnya, morfem {meN-} meru¬pa¬kan morfem imbuh¬an yang produktif ka¬re¬¬na dapat melekat pada morfem dasar yang belum pernah dilekati seperti dunia menjadi men¬¬dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar