Sekilas Tentang Sasindo
Jurusan Sastra Indonesia (atau nama kerennya Sasindo) , hmmm…. apa yang pertama kali terlintas di benak kita ketika pertama kali mendengar ada Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya UGM?. Mungkin hal pertama yang berkelebat di benak kita adalah sebuah jurusan yang mengajari mahasiswanya menulis puisi yang indah atau membuat cerita pendek (cerpen) dan novel yang bagus serta drama yang berkualitas. Sehingga setelah lulus dan mendapatkan gelar sarjana sastra kita beranggapan akan langsung bisa menjadi penyair ulung layaknya Chairil Anwar Sang Binatang jalang atau cerpenis handal semisal Seno Gumira Aji Dharma atau Triyantio Triwikromo yang cerpennya selalu dimuat di harian Kompas setiap bulannya, juga menjadi pengarang terkenal macam Andrea Hirata dengan Laskar Pelanginya dan Lady Writer: Dewi Lestari (Dee) dengan Perahu Kertasnya dan Ayu Utami yang terkenal lewat novelnya Saman dan Larung, serta menjadi dramawan semisal Riantiarno dengan Opera Kecoanya.
Sebenarnya pandangan umum semacam ini memang tidak sepenuhnya salah. Jurusan Sastra Indonesia memang sebuah jurusan yang berusaha mengkaji dan mendalami kesusastraan Indonesia seperti pengkajian terhadap puisi, novel, dan drama. Akan tetapi perlu ditekankan bahwa fokus yang diterapkan, khususnya di UGM adalah mengarahkan mindset mahasiswanya sebagai seorang Ilmuan Sastra, bukan sebagai Penyair atau Pengarang. Mata kuliah yang didesain di Jurusan Sastra Indonesia pun menggiring pemikiran mahasiswanya untuk menempatkan diri sebagai pengkaji dan kritikus dari karya sastra yang pernah mewarnai jagad kesusastraan di Indonesia.
Dengan mendesain mata kuliah yang lebih mengutamakan teori sebagai pembangun kerangka berpikir, diharapkan mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia mampu meneliti dan mengkaji sebuah karya sastra secara teoritis sehingga menghasilkan pemahaman tentang unsur-unsur dan nilai yang terkandung di dalam sebuah karya sastra hingga akhirnya bisa disampaikan secara jelas dan lugas kepada masyarakat. Jadi walaupun Jurusan Sastra Indonesia tidak mengarahkan pemikiran mahasiswanya untuk menjadi pengarang atau penyair yang handal, namun tidak menutup kemungkinan bahwa lulusan Sastra Indonesia mampu menjadi penulis atau penyair yang handal, apalagi jika kita telah dibekali dengan teori yang membangun sebuah karya sastra sehingga karya sastra yang kita hasilkan akan lebih bekualitas. Sebagai contoh, Ramayda Akmal, yang notabene adalah lulusan Jurusan Sastra Indonesia, lewat novelnya Jatisaba, mampu memenangkan ajang bergengsi sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta yang diadakan tiap dua tahun sekali.
Selain mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kesusastraan Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia juga mempelajari seluk beluk pernaskahan Karya Sastra Melayu Klasik serta bahasa Melayu yang merupakan cikal bakal bahasa yang kita gunakan sekarang, yakni bahasa Indonesia. Dari mata kuliah seputar Filologi dan Bahasa dan Sastra Melayu, kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya bahasa yang dipakai Upin Ipin masih satu rumpun (masih saudara) dengan bahasa Indonesia, jadi tidak perlulah kita membesar-besarkan masalah dengan negara tetangga kita itu apalagi sampai membawa-bawa sentimen bahasa dan budaya, karena sebenarnya kita dengan mereka itu masih bersaudara.
Jika mereka mengaku-aku apa yang menjadi milik kita (yang sebenarnya juga masih milik mereka, karena masih bersaudara), tidak perlulah kita sampai berang apalagi mengancam perang, toh India pun tidak marah ketika kita mematenkan wayang dan mengaku kisah mahabarata sebagai karya milik kita.
Dan yang paling penting ketika masuk Jurusan Sastra Indonesia kita akan diajari bagaimana memahami struktur Bahasa Indonesia mulai dari fonem, kata, frasa, kalimat, hingga bagaimana menyusun sebuah paragraf dengan padu dan benar. Karena untuk mempelajari suatu karya sastra, kita perlu terlebih dahulu mempelajari bahasanya. Disinilah pengetahuan kita terhadap Bahasa Indonesia, yang notabene adalah bahasa ibu kita, lebih dimantapkan kembali dengan diadakannya mata kuliah Linguistik Indonesia.
Jadi Jurusan Sastra Indonesia membagi fokus pembelajaran menjadi tiga, yakni fokus pada bidang Sastra, Filologi, dan Lingusitik. Bagi mereka yang memliki kecenderungan lunatik (penghayal) dan memiliki daya imajinasi yang tinggi, serta ingin menjadi sastrawan (baik pengarang maupun kririkus sastra), maka fokus pada Sastra adalah pilihan yang tepat. Untuk mereka yang suka pada sejarah, terutama sejarah Karya Satra melayu Klasik dan memiliki jiwa peneliti dan petualang sejati (karena harus berburu naskah, bahkan sampai ke luar negeri), serta aingin menjadi seorang Filolog (ahli pernaskahan, terutama naskah-naskah klasik), maka fokus pada bidang Filologi adalah pilihan yang paling bijak. Sedangkan bagi mereka yang berkepribadian serius, memiliki motivasi kuat untuk mempelajari Bahasa Indonesia secara mendalam, dan ingin menjadi ahli bahasa (lazim disebut Linguis), maka bidang Linguistik adalah pilihan yang benar.
Selama ini banyak juga yang mengasumsikan bahwa lulusan Jurusan Sastra Indonesia sulit mendapatkan pekerjaan, namun hal itu hanyalah anggapan tak berdasar yang hanya berdasarkan pemikiran yang dangkal saja. Lulusan Sastra Indonesia bisa menjadi apa saja yang meraka inginkan, tergantung minat dan kemampuan.Soal penghasilan, pastilah akan menyusul seiring karir kita di bidang yang ingin digeluti. Mayoritas lulusan Sastra Indoneia memlih menjadi dosen karena selain cukup menjanjikan secara finansial, karirnya juga relatif stabil. Namun banyak pula yang memilih bekerja sebagai wartawan, menjadi script writer di televisi maupun di perfilman, dan menjadi seorang novelis atau pengarang.
Jadi kesimpulannya, sebagai generasi muda, sudah seyogianya kita menilik kembali apa yang kita miliki, dan tidak turut larut dalam euforia dan hegemoni budaya asing yang masuk ke Indonesia. Jadi, kalau bukan kita yang mempelajari bahasa dan sastra kita sendiri, lalu siapa lagi? Apakah kita mau kalah dengan orang asing dari berbagai negara seperti China, Japang, Korea, Australia hingga prancis yang justru sangat bersemangat dalam mempelajari bahasa dan satra Indonesia, apa kita tidak malu?... Salam Budaya!
mungkin kurang tepat rasanya kalau saya memberi komentar. maksud saya, ini lebih layak disebut curhat..hahaha. membaca tulisan ini, saya ingat zaman jadi mahasiswa baru. memilih jurusan sastra Indonesia bukanlah tanpa keberanian. Biasa, nggak sedikit yg heran, pesimis, bahkan mengolok-olok: "mau jadi apaan ntar?" atau "ntar nganggur loh" atau "gak ada kerjaan amat belajar gituan". Itulah.
BalasHapusTapi toh yg saya jalani tidak seburuk dan seenteng yg dibayangkan. Belajar sastra itu ya belajar hidup. Belajar bijak. Ketika lulus pun saya nggak nganggur seperti orang-orang bayangkan. Malahan, saya sudah bekerja sejak menginjak tahun ketiga. Saya rasa sudah bukan saatnya lagi kita memandang rendah diri sendiri. Bukan saatnya lagi bersikap dan berperilaku inferior. Saya miris ketika harus kuliah sastra Indonesia bersama mahasiswa asing yang jumlahnya makin banyak dari tahun ke tahun. Bukan, bukannya tidak senang melihat antusiasme mereka belajar bahasa dan sastra kita, tetapi kenapa nggak ada gitu ya atau dikit banget ya anak-anak dalam negeri yg mau jadi ahli bahasanya sendiri? Sedih bener deh.
Kalau ditanya alasan saya masuk jurusan sastra Indonesia, ya karena bahasa Indonesia kan bahasa ibu saya. Nggak usahlah jauh-jauh alasan nasionalisme. Sadar dulu akan akar rumput kita, lihat sekeliling, apa saja yang kita punya, dan kuasai itu. Kalo nggak, ya ngapain juga tarik urat ganyang si anu si itu karena seenaknya mengaku pemilik dari apa yang kita punya. Lha kitanya sendiri nggak ngurusin kok, nggak mau tahu, dan menilai rendah.
Kesimpulannya saya cuma mau kasih semangat sama teman-teman yang belajar sastra Indonesia. Bahasa itu ajaib dan beruntunglah kalian mempelajari salah satu keajaiban itu. Semangat ya. Ga usah takut ga dapet kerja. Rejeki kan nggak pernah ketuker....heheheh.
*mas mas, sebagai tulisan yg bagi saya semiformal, mungkin penulisan kata dan ejaan dalam tulisan ini perlu ditinjau lagi. sekalian jadi sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar gituuu...hehehehe.
Terima kasih kak! Memperkuat tekad buat masuk sasindo. Hehehe
HapusSaya setuju sama mas mas ini,saya jadi gak ragu lagi buat masuk ke jurusan Sastra Indonesia. Terimakasih lohyaa buat argumen-argumen nya. Bener kata mba @alfiahnisaa,memperkuat tekad banget..Hehehe. siipp
Hapussetuju kak
Hapuskak, kalau selain itu apa ajasih yang dipelajari di sastra indonesia ugm
BalasHapusmaksih
Tahun depan aku udah lulus sekolah. Pengen masuk di sasindo, krn bakat yg menonjol cuma di bahasa indonesia. Memang sih ga jago buat puisi/sajak/naskah. Tapi soal berdrama udah makanan sehari2. Apa disana ada dramanya juga?
BalasHapusKalau gak salah di sasindo emang banyak acara, ya mungkin ada... kan drama masuk karya sastra juga. Wkwkw. Semangat! Barengan masuk sasindo th 2016!!
HapusTahun depan aku udah lulus sekolah. Pengen masuk di sasindo, krn bakat yg menonjol cuma di bahasa indonesia. Memang sih ga jago buat puisi/sajak/naskah. Tapi soal berdrama udah makanan sehari2. Apa disana ada dramanya juga?
BalasHapusAlhamdulillah... terimakasih ya kak infonya, jadi semangat masuk sasindo. Dari sd memang sudah pengen masuk sastra indonesia cuma dar der dor banyak banget yang judge prodi ini. Bismillah!
BalasHapusArtikelnya sangat bagus, dapat membuka mata orang-orang yang sering meemandang sebelah mata jurusan sastra dan bahasa. Oh iya,untuk S1 sasindo UGM berapa tahun? Dan KKN-nya bagaimana? terima kasih banyak.
BalasHapusBagaimana cara meyakinkan diri kalau jurusan yang sedang di jalani ini tidak salah , saya merasa diluar kemampuan saya berada di lingkungan sasindo , saya belum menemukan tujuan
BalasHapusbisa sharing kak? saya juga UGM. Mau mempertimbangkan ke sasindo
HapusKak, Aku kan udah kelas tiga maunya lanjut ke sastra Indonesia UGM
BalasHapusTapi aku dari jurusan IPA, boleh nggak kak?
Boleh, saya juga dulu dari jurusan IPA, sekarang saya mahasiswa di Bahasa & Sastra Indonesia UGM
HapusDoain yaa bismillah semoga aku bisa lulus snmptn sastra Indonesia ugm 2021 aamiin
BalasHapusKak, kalo buat masuk SNMPTN Sasindo UGM itu kira2 rata2nya berapa ya? Barangkali tau, terima kasih.
BalasHapusHalo Kak saya mau tanya. Jika untuk jurusan sastra Inggris Belanda Jerman dan sebagainya mereka berkemungkinan bisa menjadi seorang diplomat dan pertanyaannya apakah jurusan sastra bahasa Indonesia ini kita juga berkemungkinan untuk menjadi seorang diplomat? terima kasih
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus